Convenience: The 7 Customer’s Main Parameter? (15.12.08)

Convenience: The 7 Customer’s Main Parameter?

credit-card-rewardsSaya ingin sekali punya 1 kartu untuk semua, bisa buat kartu kredit, bisa buat debit, bisa buat kartu diskon, bisa untuk member airline, bisa untuk member fitness dan bisa untuk instant cash.. Kenapa? Karena jika semua itu ada dalam 1 kartu, aduh betapa tipisnya dompet ini, ga perlu banyak kartu yang malah seringnya banyakan patah atau lupa pin dan yang pasti banyak kartu bikin banyak biaya! Yupe… 100% right! ituloh iuran tahunan hehehehehe. Anyway, temen saya ada yang tiap ngajak kumpul selalu maunya didaerah Kuningan, kalo ga Oakwood, bisa Pacific Place atau malah mal Ambassador. Usut punya usut..ternyata, dia tinggal didaerah Kuningan, trus kantornya juga disana.. kenapa doi ga mau keluar jauh?? “lha wong yang sekarang ini deket kosan ku udah lengkap semua kok dan ga macet lama lagi”

Hmm.. akhir-akhir ini kita juga banyak melihat mall yang buka deketan bahkan radiusnya kurang dari 5 KM. Lihat di daerah Senayan, kita ada Plasa Senayan, Senayan City dan yang gress ada si FX. Trus kalo lihat di Kelapa Gading, kita akan ketemu Kelapa Gading Mall yang sekarang udah terdiri dari 4 mall, trus ada Hypermall, Artha Gading, hingga yang paling gress adalah Mall of Indonesia. Dan semuanya tetep rame! dan bisa dibilang, isi mallnya juga hampir sama tidak ada perbedaan yang terlalu significant.

Ada apa ya? Secara pribadi, alasan saya pengen punya kartu untuk semua adalah Convenience, dan jika kita simpulkan dari keinginan teman saya yang dikuningan itu juga sama, Convenience. Untuk mall-mall itu juga sama, Convenience. Sekarang, kalo masuk daerah Senayan di malam minggu, salah masuk jalur maka pilihan kita adalah kalo terlalu ke kiri maka masuk Plasa Senayan, kalo terlalu ke kanan masuk Senayan City.. still in the same road loh hehehe dan kalo susah masuk Senayan dari Sudirman, yah udah masuk FX aja J

Begitu banyaknya barrier yang menghinggapi para customer kita, membuat mereka sangat memperhitungkannya dan menjadikannya parameter utama jika akan membeli, berpergian ataupun sekedar ingin informasi. Barrier itu mengakibatkan tergerusnya waktu atau bertambahnya biaya atas sebuah pemenuhan needs dan wants. Contoh case kasus Plasa Senayan (PS) dan Senayan City (Senci), bayangkan mall yang hanya dipisahkan oleh jalan ternyata bisa bikin mereka tidak saling pindah. Pada malam minggu buat mindahin mobil dari PS ke Senci bisa butuh waktu lebih dari 30 menit!!! Padahal nyebrang jalan aja Cuma butuh 5 menitan hehehehehe.

Sebuah survey dari lembaga riset terkenal (ma’af karena confidential jadi ga bisa disebutkan nama lembaganya – maklum ada perjanjian exclusivity hehehhe) 73% orang memilih datang ke mall karena Proximity! Sisanya dibagi untuk driver seperti Ambiance, Awareness, Mall Promotion dan Incompleteness. Mungkin ini salah satu penyebab yang membuat Minimarket di Indonesia tumbuh sangat-sangat pesat. Disebuah kompleks perumahan sekelas Harapan Indah – Bekasi, hanya dijalan koridor saja ada Alfamart dan Indomaret. Dan jika jalan disepanjang Boulevard Raya Kelapa Gading, anda akan ketemu 4 Circle K saja dan beberapa lagi convenient store lainnya.

Okay.. let’s see the 7 Convenience Parameter:

1. Convenience = Complete!

No more 1 product for one purpose only. Kalo bisa supersmartphone, gabungan dari Iphone + BB + Omnia + Xperia + Dual sim card (kalo bisa 4 juga mantap). So ga perlu bawa dompet Hp dengan 4 restleting itu. Atau kalo beli Shampoo yang bisa melembutkan, menghilangkan ketombe, mengatasi rambut rontok, wangi dan menghitamkan rambut. Trus ada pembersih muka yang bisa memutihkan, melembutkan, dan menghilangkan noda.

Yup, mungkin jadi kembali ke trend awal dulu.. yang ngetop dengan 7 in 1, 2 in 1 atau Complete Care. Kayak slogan Ombudsman “kalo bisa mudah kenapa dipersusah?” hehehehehe

Challengenya gimana caranya memuaskan mereka dengan 1 product untuk needs yang berkaitan. Jika mungkin belum bisa, maka mungkin bisa dikurangi atau dipermudah agar bisa bikin mereka nyaman namun tanpa mengurangi kualitas tentunya. Atau satu tempat yang serba ada, minimal sesuai interest atau needs J

2. Convenience = Proximity!

Wah.. aku ampe pilih ngekos di kelapa gading, since everything ada disini kecuali Embassy & Hugo’s (Bang Ali, Bang Budi dan Bang Jaya.. buka dong disini hahahaha). Ga perlu repot kalo butuh apa-apa tinggal datang dan beli. Semakin dekat semakin bagus. Since kebutuhan kan sering mendadak dan kalo nyetok barang banyak kosan sempit dong. Atau kalo rumah tangga harian, mungkin pas belanja bulanan ada yang lupa atau sejenisnya.. so semakin dekat bisa semakin baik.

Challengenya buat retail, ya pemilihan lokasi yang semakin dekat. Atau membuka dengan semakin rapat outletnya. Untuk Consumer goods, ini menyangkut kemampuan distribusi yang rapat dan terus menerus. Serta tidak hanya mampu menembus modern market namun juga traditional market alias warung-warung.

3. Convenience = Understand Me!

understandPunya tempat favorite yang sering didatangin ga? Kenapa suka kesana? Hmm mereka sudah tau yang kita mau? Begitu kita nyampe kesana, maka tanpa sibuk dan banyak bicara, makanan sudah datang lengkap dengan sayuran banyak dan nasi setengah serta teh tawar hangat kesukaan kita… Hmm bukan main ya! Senangnya kalo punya banyak tempat seperti itu.

So far ini banyak terjadi dibidang jasa, seperti Hotel, rental mobil, premium restoran. Namun yang mengejutkan, ternyata hal ini secara Nyata sering terjadi pada warung-warung kelas warteg, tempat cucian mobil kelas pinggir jalan serta tukang cukur rambut kelas 7000an. Apa karena mereka lebih peduli atau karena yang modern yang lebih menjauh?

Challengenya adalah bagaimana cara mengerti mereka bukan cuma sebatas tahu atau mengenal mereka tapi mengerti! Semakin mengerti akan semakin baik bukan?

4. Convenience = Up To Me!

Customize, yap! Ini udah jadi trend deh. Apapun yang kita punya kita pengen bisa lebih menggambarkan kita. Mulai casing bisa diganti atau modifikasi yang bebas tanpa bakal nabrak atau ngerusak parah desain aslinya. Bahkan kalo perlu really up to me!

Dell melakukannya saat kita memesan PC, kita bisa pesan apa saja yang kita mau untuk jeroan komputer kita. So begitu dikirim already customized dengan package price yang sama. Kegiatan ini dikenal dengan mass customize. Atau bisa juga lihat dibeberapa restoran dan di otomotif walau masih secara terbatas.

Challengenya adalah how to implement it to our product? Pada bagian mana? Pada awal pembuatan? Setelah diproduksi atau Setelah dijual?

5. Convenience = Simple & Easy (Entertain Me)!

Pasti pernah ngerasain ketemu program belanja yang ngasih kupon undian? Yupe! Belanja Rp.50.000,- mendapatkan 1 lembar kupon undian dan berlaku kelipatan. Kupon harus diisi oleh data-data seperti : Nama Lengkap, Alamat, No Hp, No KTP dan No Member Club. Hmm terlihat simple emang dan buat kita sebagai brand, itu bisa menjadi verifikasi saat undian dilaksanakan. Tapi coba bayangkan kalo mereka belanja sampai dengan 1 juta rupiah, huufff bakal ngisi pake pulpen 20 lembar kupon dengan 5 pertanyaan per kupon???

Ini kenapa kita lihat, trend pemberian hadiah langsung dengan scratch & win lebih diminati oleh consumer sekarang. Selain karena instant reward, juga karena kita tidak perlu lagi repot ngisi-ngisi formulir berkali-kali. Walau lebih sering ketemu “Coba Lagi” dari pada “100 juta”nya hehehehe. Pengalaman pribadi ama tutup botol dari produsen green tea hahahahhaha.

Challengenya, Kalo kita bisa bikin yang gampang, kenapa mesti repot. Semakin mudah dan gampang program promosi yang dibuat akan semakin menyenangkan. Bullshit!!! Kalo bilang customer kita itu senang dibikin pengalaman mendapatkan hadiah dengan membuat kupon yang ribet yang harus diisi dengan detail. Kalo mau kasih pengalaman ya jangan kasih syarat-syarat yang ribet atau suruh consumer ngapalin kapan kirim sms 8 buah biar dapet hadiah free sms ke seluruh operator. Mostly some terms and condition are really suck!. Entertain us bro!

6. Convenience = Faster! (Don’t let me wait for it!)

Ini bisa menyangkut pelayanan atau informasi. Ini salah satu alasan kenapa internet menjadi hal yang sangat utama untuk banyak kalangan terutama dikota besar di Indonesia. Karena, bicara soal barrier yang begitu banyak, waktu menjadi sebuah hal yang sangat berharga. Mau beli smartphone, akan search dulu di gsm arena baru datang ke toko dan langsung beli. Waktu juga yang membuat kita mencari pelayanan yang cepat. Apa saja.. mulai dari gunting rambut hingga diskusi project via YM atau Skype yang lebih cepat dari pada harus arrange meeting di Hotel.

Semakin tinggi barrier akan jarak dan sulitnya aksesibilitas, maka akan semakin pendek waktu yang diinginkan (cepat) oleh customer.

Challengenya adalah bagaimana mengoptimalkan sumberdaya yang ada untuk membuat delivery yang cepat, baik produk maupun informasi (komunikasi) ke customer.

7. Convenience = Satisfy Me!

customersatisfy2Hmm overall, semua yang diatas tidak akan ada artinya kalo customer tidak puas. Tidak ada gunanya Complete kalo kualitasnya jeblok!, atau Tidak ada gunanya Dekat kalo yang dicari ga ada, atau Ga ada gunanya cepat, simple & easy, understand me and up to me kalo semuanya ga bisa menghasilkan kepuasan. Apapun yang dibikin harus bisa menghasilkan kepuasan. Minimal meet their expectation than try to exceed their expectation and some day surprise them!

Meminjam slogan keren dari Sosro: Apapun Caranya, Ujungnya tetap Puas!! Hehehe

So what do you think guys?

Convenience: The 7 Customer’s Main Parameter?

Advertisement

Promosi Kelewat Sukses = Gagal? (04.10.08)

Promosi Kelewat Sukses = Gagal?

 

Pernah kepikir ga pas bikin sales & promotion plan, gimana kalo programnya kelewat sukses? Yap! Consumer sampe screaming buat dateng ke event kita, saking banyaknya ampe target 1000 orang jebol hingga 5000 orang. Akibatnya mulai dari goody bag yang ga ada, kewalahan ngurusin mereka, tempat menjadi sesak, trus produk abis, hingga (mungkin) panggung jebol! Hasilnya? Komplain disana-sini! Wow.. disaster..

 

Hmm.. secara realita kejadian diatas sering sekali terjadi. Contoh lain bisa lihat kualitas sinyal GSM yang sekarang “bolot”. Akibat dari apa? Hasil kesuksesan mereka dalam berpromosi. Mulai tarif sms gratis hingga nelpon gratis. Orang berbondong-bondong menggunakannya. Dan.. traffic overload, jaringan down. Hasilnya? Menuai komplain dimana-mana, mulai dari komplain langsung ke customer service hingga di media baik Koran maupun internet.

 

You know.. the brutal fact is Banyak Marketer yang melupakan kemungkinan ini saat membuat programnya. Terkadang mereka terlalu pesimis programnya bisa meledak begitu dan terkadang mereka memang juga sama sekali cuek. “yah kalo ampe traffic jebol, itu resiko namanya”. Yang namanya kemungkinan, harusnya tidak Cuma dilihat dari yang terjelek namun juga dari sisi jika kelewat sukses. Kenapa? Karena jika kita bicara terjelek artinya hasil program jauh dibawah kapasitas program dan jika terlalu sukses berarti juga melebihi kapasitas. Dan melebihi kapasitas = tidak terlayani bukan?

 

Okay.. kita bahas yuk!

 

Gagal?

Kenapa sih kok bisa dibilang gagal?

1. Quality Degradation

Penurunan kualitas dari tingkat sebelum promosi dan saat promosi dijalankan. Sebagai gambaran, Coba kita bahas contoh yang ada diatas. GSM A bikin promos sms dan telp gratis. Consumer banyak yang subscribe, trus mereka menggunakannya. Namun karena program ini kelewat berhasil maka yang terjadi adalah sms yang mereka kirim pending, pas nelpon call drop mulu atau malah tiap 21 menit 34 detik maka telp pasti otomatis putus. Dari sisi Marketer, maka program ini bisa dianggap sangat berhasil karena menaikkan jumlah active user hingga 500%. Namun dari sisi consumer, mereka tidak mendapatkan benefit yang seharusnya. Lah wong kualitasnya jadi turun kok. Malah mungkin ada yang nyeletuk, “mending ga usah ada promosi kali ya…” nah loh!

 

2. Product Availability Degradation

Kejadian ini sering terjadi pada fast moving consumer goods (FMCG). Dimana produk menjadi langka saat sebuah program berjalan dengan sukses. Kita bisa melihat pada contoh kejadian ini, Perusahaan rokok A launch New White Cigarette. SPG diajak jalan keliling seluruh kedai kopi dan meeting point untuk adult smoker. Nah pas produknya enak dan harga cocok, maka banyak terjadi switching saat itu alias promosi sukses. Kejadiannya adalah demand atas rokok tersebut meningkat drastis, bahkan pabrik overload. Hasilnya.. kekosongan produk terjadi dimana-mana, hingga saat competitor bikin black campaign, promotion team tidak sanggup membuat counter attack. Hasilnya itu produk sekarang udah di close ama pabriknya.. padahal iklannya saja sempet ngetop banget. Buat konsumen, ini seperti bermain-main dengan mereka. Lah wong sempat pindah rokok kok malah ga diurus. Mau beli aja susah gimana kita bisa disuruh loyal?. Sebenernya niat jualan ga sih mas?

 

3. Satisfaction Degradation

Ini adalah efek pucak bagi consumer dan merupakan multiplier efek dari kedua hal diatas. Ukuran berhasil atau tidaknya sebuah program selain ditentukan oleh parameter angka baik sales target ataupun profit, harusnya juga dilihat dari apa yang dirasakan oleh consumer sebagai objek dari kegiatan promosi tersebut. Kenapa? Sebagai objek dari kegiatan promosi, maka kepuasan sipelanggan adalah hal yang utama. Jika mereka tidak puas, maka angka-angka keberhasilan baik sales dan crowdnya menjadi sia-sia. Karena hanya menggambarkan pada satu sisi saja yaitu sisi jangka pendek, sedangkan kepuasan adalah sisi jangka panjang.

 

4. Trust Degradation

Gimana mau percaya.. wong consumernya kecewa kok. Tulisan Iklannya bisa Nelpon Gratis Sepuasnya.. lah dibatasi oleh jaringan kok. Jadinya drop mulu hehehhe. Kepercayaan Consumer adalah hal yang utama bukan? Kepercayaan itu muncul dari apa yang dikatakan sama dengan apa yang dilakukan atau biasa disebut dengan Integrity. Buat apa bilang punya 58 juta pelanggan kalo semua nelpon jadi tulalit? Membangun kepercayaan itu mahal bro.. dan itu bukan kerja semalam..

 

5. Brand Image Degradation

Pada stage ini merupakan efek puncak bagi Brand atau Marketer, jika sudah tidak puas maka tidak percaya hasilnya Brand Image akan menurun. Ini sudah otomatis. Kalo pun masih pada pake, itu lebih karena tidak punya pilihan atau switching costnya lumayan tinggi. So mereka lebih pilih bertahan sambil sibuk mencari the better offering.

 

Pada dua contoh kasus diatas kita bisa lihat bahwa efek yang melekat secara jangka panjang adalah experience yang dirasakan oleh consumer. Sebagai objek mereka akan selalu mengingat apa yang pernah mereka rasakan. Nah perasaan mereka itulah yang menjadi believe filter mereka saat melihat dan menemui hal baru lagi. Keberhasilan yang menghasilkan bad experience bagi consumernya merupakan sebuah kegagalan jangka panjang. Brand anda bukan brand sekali pakai bukan?. Bahkan seorang pedagang kaki lima di pasar tradisional saja tidak sembarangan dengan consumernya. Mereka sangat menjaga citra baik dari kualitas produk maupun dari tingkat kepuasaan consumernya.

 

Memasukkan unsur Over Succeed dalam promotion plan seharusnya merupakan agenda wajib sebagaimana memasukkan unsur Failure. Mempertimbangkan resources, consumer response, emergency plan saat hal itu terjadi akan sangat membantu saat menghadapi situasi ini. Ingat, kami sebagai consumer menginginkan hal yang lebih baik dari yang sekarang ada. Bukan malah bikin repot seperti sekarang. Atau istilah kerennya “biar tekor asal nyohor” hehehehehe

 

Selagi masih punya waktu untuk mereview atau bikin perbaikan maka segera lakukan. Karena jika masih dalam tahap Quality atau Product Avalibility, itu masih bisa kita benerin dengan cepat tanpa harus kehilangan banyak. Namun jika sudah masuk ke Satisfaction atau Brand Image Degradation, itu sama dengan ulang dari awal lagi. Review and Fix it As Soon As Possible.. Learn bro!

 

So what do think?

 

Promosi Kelewat Sukses = Gagal?