Tony Jack’s Indonesia : (Not) Better Than That One (09.11.09)

Tony Jack’s Indonesia : (Not) Better Than That One

ToniJack'sRabu, 1 Oktober 2009 tepat pada pukul 00:00, 13 toko Mc Donalds (MD) berubah menjadi Tony Jack’s Indonesia (TJI). Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari pemutusan lisensi Mc Donalds yang dipegang oleh Bambang Rachmadi dari International Development Services (IDS) yang bekerja sama dengan Mc D Corp.

TJI memperkenalkan sebuah tagline “Better Than That One” sebagai cara untuk masuk ke benak customernya. Selain itu, TJI juga memperkenalkan menu-menu baru sebagai pengganti menu sebelumnya dari MD.

Secara umum, toko-toko TJI sekarang masih cukup ramai didatangi orang. Selain rasa ingin tau dari para customer lamanya juga karena memang secara posisi toko TJI berada diposisi yang sudah sangat diingat dibenak customernya. Sebagai contoh toko TJI yang berada di Sarinah atau yang ada di Kelapa Gading.

TJI belum melakukan perubahan significant atas toko-tokonya yang sekarang, selain perubahan minor pada warna dan seragam. Logo MD yang besar juga masih hanya ditutup dengan kain warna hitam yang ada logo TJI.

Nah disini sebenarnya letak dari masalah yang menjadi sorotan saya pada review ini.

Bagaimana caranya mendeliver “Better Than That One”  jika apa yang dirasakan konsumen sekarang justru sebaliknya?

Saya melakukan pencarian ke di google tentang TJI, dan mendapatkan beberapa komentar yang justru berpotensi negatif karena bisa menjadi viral kemana-mana. Sebagai contoh ada customer yang merasa kecewa karena rasa burger yang dikatakan lebih baik ternyata tidak jauh berbeda dengan MD terdahulu. Atau kita bisa lihat secara lebih sederhana ke bungkus dari makanannya. Mereka masih menggunakan strefoam yang polos dengan stiker kecil bertuliskan jenis makanannya.SNC00149

Belum lagi tentang, behaviour dari karyawannya yang mungkin masih MD banget mengingat TJI berusaha beroperasi tanpa melakukan perubahan secara keseluruhan.

Okay, dibawah ini, adalah hal yang seharusnya dilakukan oleh TJI sebelum membuka kembali tokonya. Saya menganggapnya sebagai Rejuvenate Brand (RB) walau sebenarnya merupakan New Product Launch (NPL). Hanya saja bedanya NPL belum punya previous target market sedangkan RB memiliki target market sebelumnya (keterikatan customer ke toko ini masih lekat sekali).

A. Pre Lauch Program

Action: Tutup 13 Toko secara serentak untuk sementara.

Komunikasi yang disampaikan adalah menutup semua toko dengan warna hitam dan tulisan putih “Better Than That One” – Your Lovely Store is Rejuvinating Now! Untuk memancing rasa ingin tahu dan agar ada crowd saat pembukaan, maka disediakan box untuk mengisi data untuk mendapatkan souvenir atau sejenisnya dalam jumlah terbatas.

Secara Plan, fase ini adalah fase evaluasi, dimana seharusnya mulai kembali dari tahap pengindetifikasian value yang akan diberikan ke customer. Tahap ini sangat penting sekali karena akan menjadi jiwa dalam setiap aktivitas TJI. Mulai dari yang tangible seperti seragam, packaging, menu, rasa, suasana toko, logo, perilaku staff dll hingga yang intagible seperti tagline, tipe pelayanan hingga cara berkomunikasi.

Menutup toko sementara juga membuat ruang dibenak customer untuk TJI. Sehingga mereka tidak membandingkan secara langsung MD dan TJI tanpa ada persiapan yang mumpuni dari TJI sendiri.

Jadi pada stage pre launch hal-hal major yang harus dilakukan adalah:

1. Redefining Value – Segmentasi, Targeting dan Positioning

2. Creating the Value

  • Product, rasa, packaging dan variasi produk
  • Price, penentuan harga baik secara satuan maupun secara paket-paket termasuk pemilihan menu-menu yang akan menjadi unggulan
  • Place, perubahan lay out, suasana serta pemasangan identity brand untuk menghapus suasana MD dan memperkenalkan suasana yang benar-benar baru bagi customer
  • Promotion, pemilihan template dari media komunikasi di toko seperti banner, hanging poster, flight change, neon box, road sign serta persiapan untuk channel komunikasi yang terpilih

3.Persiapan hal-hal Operasional

  • ReTraining, mengenalkan value baru ke seluruh staff mulai dari CEO hingga ke Cleaning Service.
  • ReShaping the Operational Manual, ini untuk memastikan standarisasi setiap toko sudah sama dan berjalan sesuai dengan koridor yang diinginkan.

4.Membangun Head Office (HO) dan New Structure

  • HO merupakan jantung dari Retail. Karena ini adalah pusat koordinasi serta dirigen yang mengelola semua aspek pendukung operasional toko. Membuat HO yang tangguh baik secara administrasi dan support akan membuat toko-toko bisa memberikan value yang diinginkan ke customer.
  • New Structure, ini termasuk dalam penggantian penyebutan jabatan terutama dalam lingkup store. Ini diperlukan untuk memastikan agar semua karyawan memang sudah masuk ke value yang baru tanpa ada beban dari yang lama

Pada intinya fase ini adalah fase pembangunan infrastructure untuk menghadapi masa puncak saat launch.

B. Launch

Nah ini adalah saat-saat yang dinantikan. Pada tahap ini, kegiatan yang lebih banyak dilakukan berada pada posisi Delivering Value dan Communicating the Value.

Program Integrated Communication sangat berperan sekali. Terutama hal-hal yang bersifat gebyar atau memancing perhatian baik dari customer dan media. Ingat untuk bisa memiliki kapling di kepala customer yang padat maka harus ada moment yang sangat berkesan dan membekas. Untuk tahap pertama maka program-program gebyar seperti buka toko serentak, dan crowd yang muncul dari hasil pengumpulan data serta sejenisnya akan sangat kuat sekali untuk membangun kapling di kepala customer.

Masa launch adalah masa Delivering Value, jika fundamental yang dipersiapkan pada masa pre-launch well prepare, maka kegagalan penyampaian value akan semakin berkurang atau kecil atau tidak fatal. Berbeda dengan FMCG yang bisa dilaunch secara terbatas, retail store tidak mengenal itu. Saat toko sudah dibuka artinya sudah ready 100% untuk semua yang dijanjikan.

C. Post Launch

Pada periode ini, sudah langsung ke masa Maintaining Value. Feed back yang terjadi pada masa Launch harus segera diresponse dan ditanggapi dengan baik. Monitoring atas viral response baik secara personal complain maupun via media harus dipantau.

Inilah perlunya HO yang sudah siap. Karena hal ini akan dimonitoring oleh HO sebagai supporting. Sedangkan store akan menjadi garis depan dalam menghadapi resiko yang terjadi.

Kondisi seperti sekarang yang langsung opening dengan apa adanya menjadikan image yang buruk untuk TJI. Apakah customer anda membeli produk anda dengan apa adanya? Apakah apa adanya ini merupakan delivering value dari tag line TJI “ Better Than That One”? Ma’af letak betternya dimana?

Retail adalah service industry dan service itu berkaitan erat dengan pengalaman. Semua pengalaman yang buruk diingat lebih lama daripada pengalaman yang baik. Jika ini sudah tertanam di benak mereka, jika mereka sudah kecewa dengan apa yang ditawarkan, jika mereka sudah memutuskan untuk tidak membeli kembali produk kita dan jika mereka sudah mengajak teman-teman mereka untuk tidak membeli produk kita, apalah artinya tutup 3 – 6 bulan dibanding tutup selamanya?

To be the Better One require Better Marketing Plan.

Strategy : Discount or Move or Change? : Is It All About the Cycle? (07.01.09)

Strategy : Discount or Move or Change? : Is It All About the Cycle?

pasaraya-saleEra tahun 80an (walau masih usia saya masih dibawah 10 tahun) saya masih ingat betapa lamanya kalo mau nunggu program discount. Yang pasti Lebaran dan Tahun Baru. Sisanya? Nope… trus masuk ke era 90an, jadi ingat dengan istilah cuci gudang. Saya lupa retailernya.. namun saya ingat iconnya “Jhon Banting!”. Sukses banget dulu bang… laris manis hehehhe

Anyway, Ga tau kenapa dulu kok jarang diskon ya,. Hmm bisa ada beberapa argument. Bisa karena persaingan masih sangat sedikit. Daya beli konsumsi yang belum begitu tinggi mungkin atau juga karena masih belum merupakan komoditi, sehingga Price masih bisa menjadi factor kesekian setelah keunggulan produk.

Okay-okay.. opini nya seperti ini.

Kalo bicara siklus produk.. maka itu dimulai dari Introduction, Growth, Top, Mature and Decline. Secara umum seperti itu, hanya tinggal soal Kapan & Berapa lama posis itu terjadi. Kapan dia Growth? Berapa Lama? Dan seterusnya. Itu tadi di produk, Di Kompetisi juga punya siklus yang kurang lebih hampir sama. Mulai dari sendiri (blue ocean), mulai rada rame dikit, trus hingga padat merayap alias (red ocean). Nah yang menarik diingat, adalah kata “Siklus” yang berarti putaran. Ini disematkan pada dua hal diatas. Siklus Produk dan Siklus Kompetisi.

Pertanyaannya? Jika itu berupa siklus, maka mungkin tidak sebuah Brand juga punya siklus? Dari sebuah No Brand, My Brand hingga Everybody Brand (generik atau no differentiation)? Hmm kalo Perbedaan (differentiation dan Positioning) adalah Strategy, maka harusnya tidak ada siklus untuk brand, atau paling tidak jika selalu di update maka harusnya tidak akan pernah menjadi Everybody Brand.

Hmm kok jadi rumit ya? Padahal sebenernya Cuma mau cerita seperti paragraph pertama diatas, bahwa sekarang ini sulit cari Brand yang ga ada program Sale atau Discount. Sebut saja, mulai dari bulk Jeans hingga Levis, dari tas export hingga Mont Blanc, semua punya program sale. Nah yang menjadi perbedaan dengan diatas, program sale ini diadakan secara sadar untuk mengenerate Sales atau Demand. Sedangkan pada case diatas adalah untuk Cleaning Up Slow Moving Inventory.

Huff Kenapa ya? Hmm..

1. Persaingan?

Masih ingat Hukum Pasar :

Permintaan Tinggi – Penawaran Rendah = High Price

Permintaan Rendah – Penawaran Tinggi = Low Price

Nah sekarang perkenalkan Hukum Kompetisi :

Low Competition = Price Driver

High Competition = Price Driven

Ini bisa jadi factor, kenapa para retailer sekarang terus-terusan melakukan Discount. Eits.. walau anda di Consumer Goods dan bukan retailer, namun semua produk anda dijual via retailer bukan? So, Tanya Key Account Manager anda, suka tidak suka, langsung tidak langsung. You are affected by Discount!

Jika semakin tinggi persaingan, maka pilihannya hanya tinggal :

  1. Biggest Provider

small_vs_bigKenapa? Ingat hukum kompetisi tadi. Disebut High Competition jika provider banyak bukan? Karena itu jadi sulit mengatur harga. Nah once you become the biggest provider, than you are the price driver!

  1. Atau Highest Turn Over

Nah ini kemungkinan berikutnya, jika tidak mampu jadi yang terbesar, maka jadilah yang tertinggi putaran barangnya. Karena ini adalah intinya jadi besar, yaitu menjadi pemutar tertinggi hingga bisa melakukan permintaan yang rutin dan besar. Yang pada akhirnya bisa mengatur harga.

  1. Go Specialties

Hehehe ini kayak ganti umpan untuk mancing spesifik ikan. Berhubung menjadi sangat khusus, contoh : jualan kaos kaki saja. Maka secara hukum kompetisi maka sudah bisa mengatur harga, walau secara hukum pasar belum tentu, karena jika productnya juga mass dan di general retailer juga ada, maka sama aja hasilnya.

Semua strategy diatas bisa berlaku baik untuk Retailer ataupun untuk Brand (principal). Lihat, perusahaan yang punya SKU paling banyak tentu lebih mudah menetapkan rule of shelf competition dari pada perusahaan yang hanya punya 1 atau 2 SKU. Tapi jika SKU itu bisa sangat Laris atau sangat special, maka juga Brand ini juga bisa mengatur pasar sama baiknya dengan yang punya SKU banyak. J

Hmm baru ketemu satu factor.. what else ya?

2. Strategy Life Cycle?

Hmm ini seperti perlombaan menjadi yang Pertama atau yang Paling Beda. Kapan Discount ini menggila? Dulu? Nope.. bisa jadi karena dulu tanpa discount pun bisa laku. Kemudian karena dorongan persaingan yang makin banyak, maka sudah mulai harus ada yang bikin berbeda. Okay, kita mulai dengan Strategy:

a. Product

Mulai bikin product yang lebih berbeda atau product yang lebih banyak atau yang lebih khusus. Tapi saat kompetisi semakin mengepung maka mungkin sudah saatnya masuk ke strategy berikutnya.

b. Place

Ini dimulai dengan bikin yang lebih gede, lebih nyaman dan terus lebih dekat dan lebih berwarna, lebih mudah, dan lebih modern.. but again.. ini ada umurnya juga.. so saat semakin kencang pertumbuhan kompetisi dari pertumbuhan kreativitas soal place.. maka akan masuk ke strategy berikutnya.

c. Promotion

Mulai ada kartu member, mulai perang di Customer Perception, mulai bangun Image yang sangat kuat agar tidak terjebak di comodity trap. But.. again, ga Cuma kita yang punya pemikiran begini. Artinya kalo kita bisa pikirkan, apa yang membuat kita yakin orang tidak memikirkannya? Minimal mereka akan jiplak! So, mungkin kita akan tetap menghindar dari perang harga dengan masuk ke strategy berikut.

d. People

experience-shopping-2Every Product is Service and every Service is Product. Kita bicara experience. Kita ga Cuma masuk ke mind share tapi sudah mulai coba rebut heart share mereka. Huff beberapa saat kita sepertinya aman.. but ini siklus bung.. yang bening akan segera keruh kok! So at the end kita akan pilih..

e. Price

Yap.. mulai berani bikin discount program! Mulai dari yang hanya rabat 1% an hingga beli satu dapat satu.. trus mulai dari bermain kumpul point di loyalty reward hingga bonus100%! Nah ini kalo dibikin pertama kali.. wow! We are the genius marketer in the world! Until our competitor kita bikin juga hehehehhehehe

Huff.. jika penuh terus ngapain lagi dong? Heiii…. Wake up guys! Go back to the number one strategy! Being Different again! Again??? Yap! Again! Ehm.. It’s a Cycle indeed?

So what do you think?

Strategy : Discount or Die or Change? : Is It All About the Cycle?