Retailer vs Prinsipal = Kawan Abadi atau Kepentingan Abadi?
Dulu mengelola distribusi outlet itu cukup ditangani para sales dan bisa dibilang seperti ngisi bak mandi alias cukup buka keran pasti ketampung. Modalnya juga ga banyak, Cuma pertemenan dan rajin-rajin kongkow, ngupi2 dikit dan paling tinggi Kaos dan Kalender yang keluar.
Saat itu, secara kedudukan Retailer dan Prinsipal seperti sebuah hubungan pertemanan yang akrab dan penuh kehangatan. Namun seiring dengan tekanan kompetisi yang dialami oleh para principal, tekanan-tekanan mulai diterima oleh Retailer. Mulai dari cara yang halus dengan pemberian diskon dengan syarat target penjualan sampai dengan cara memaksa dengan wajib beli perjumlah tertentu jika tidak bersedia sanksinya? Mulai dari harus bayar cash hingga tidak dikunjungi lagi.
Saat itu (lagi..) “ancaman” itu sangat-sangat bertaring, bikin retailer mengkeret dan jadi “anak manis” yang penurut.
Pertumbuhan ternyata juga tidak hanya dialami oleh sang principal, para retailer pun ternyata makin berkembang. Mulai dari kelas warung pinggir hingga kelas Hyper alias Pasar Gede yang ga Cuma gede di ukuran toko, tapi juga gede didaya tawar.
Hingga saat ini, para principal sudah tidak bisa mengandalkan level Sales Canvas namun mulai menurunkan mulai dari Trade Marketing Manager hingga Key Account Manager yang punya keahlian untuk membawa kepentingan para principal di dalam retailer-retailer raksasa ini.
Efeknya? Principal udah ga bisa lagi maksa-maksa. Saat ini seperti ajang “balas dendam” atas “penjajahan dulu”. Mau shelf space? Emang produk lu apa? Gitu kira-kira pertanyaan para Category Manager dan Retailer Manager utusan Para retailer untuk mengimbangi utusan para Principal.
Hmm Genderang Perang ditabuh?
Ini seperti permainan dalam Politik dengan slogannya yang khas, tidak ada kawan yang abadi yang ada hanya kepentingan yang abadi.
Tidak heran dengan slogan seperti itu, ada hubungan yang sangat mesra dan ada juga yang sama sekali seperti api dan air alias saling berusaha mematikan.
Pernah denger mungkin seorang Brand Manager mengeluh karena produknya yang belum terkenal ditolak masuk ke sebuah Retailer Raksasa? Atau mungkin ada juga cerita dimana seorang Brand Manager ga tahan dengan tekanan sang retailer akhirnya memutuskan menarik produk2nya dari self space sang Retailer.
Seyogyanya, ini adalah salah satu efek dari kompetisi yang semakin keras. Saat sang principal ditekan dengan kompetisi maka mereka sudah bukan berniat membangun pasar tapi justru mau menguasai pasar with any cost! Yap, perang harga hingga perang shelf space. Mereka kontrak itu shelf space agar sang competitor ga bisa masuk atau berada dipinggir area yang ga keliatan pelanggan.
Bagi Para Retailer, mereka juga harus berkompetisi dengan Retailer-retailer lain. Operational Cost semakin meningkat sedangkan Margin harus semakin ditekan karena perang diskon semakin gencar. Jalan keluar? Semua yang bisa di uangkan dari area mereka pun di jual. Mulai dari kantong plastic, dinding kasir, tempat rokok, shelf space, idle area bahkan mempertinggi biaya Listing. Pokoknya semua yang bisa menjadi uang harus jadi uang with any risk.
Pertanyaannya apakah ini yang harus terjadi? Saat hokum ekonomi benar-benar berjalan dengan tegas. Perang Terselubung ini akankah berakhir?
Joint Promotion yang tulus terlihat seperti kata-kata “Hari gini cari orang tulus?”
Hmm.. I Love Joint Promo, I Love when we could grow together, Karena kita saling membutuhkan satu sama lain. Kebersamaan membangun akan lebih sustain dalam jangka panjang dibanding kepentingan untuk hidup lebih lama sendiri.
Retailer vs Prinsipal = Kawan Abadi atau Kepentingan Abadi?