Kapan Sih Waktu Yang Tepat Untuk Membangun Brand? (27.08.13)

Kita sering sekali mendengar pertanyaan diatas ya, ” Kapan sih waktu yang tepat untuk membangun Brand?”” Hayoo, kira – kira kapan? Atau mungkin pertanyaannya bisa kita balik dengan “Adakah waktu yang tepat untuk membangun Brand?”

Dalam kegiatan professional dan sebagai Inhouse trainer & Consulting di @Opsmarketer, saya sering mendengar para owner berkata, “wah kita masih perusahaan kecil, jangan dibandingkan dengan google apalagi coca cola”. Trus saya Tanya ke mereka memangnya udah berapa usia perusahaan anda ini? Jawabannya sangat mengejutkan, puluhan tahun!!! Wow saya ampe takjub hahahahahahaha padahal google baru belasan tahun.

Kemana aja pak selama puluhan tahun? Masih belum siap? Pantes masih sibuk kejar cash flow melulu. Hehehehe maaf bukan nyolot ya. Tapi mari anggap sebagai wake up call cuman rada keras volume nya 

Brand itu dibangun tidak instan namun butuh proses, konsistensi, komitment serta usaha yang berkelanjutan. Itu artinya jika sudah berumur puluhan tahun harusnya kita sudah punya strong brand bagi usaha kita. Karena itu waktu selama itu mestinya sudah banyak yang bisa kita buat untuk membangun Brand.

Brand itu sendiri jika dibagi 2 (dua) maka secara umum terbagi atas:
Part You Can See,
Nah ini bagian yang banyak orang lakukan dan pahami kaitannya ke brand. Sayangnya banyak dilakukan parsial. Part You Can See adalah semua hal yang bisa dilihat, disentuh dan dirasakan oleh pelanggan. Seperti Iklan, suasana store, seragam, sales promo, kualitas produk dan keramahan senyum sapa dari karyawan. Ini ibarat rumah adalah bagian atas nya, terlihat oleh semua orang

Bagian ini secara parsial dianggap paling cepat ngasilin duit dan banyak client dan orang yang saya kenal terjebak pada bagian ini terutama cash flow short term nya. Masa bertahun tahun program nya cuman diskon dan diskon melulu??

Part You Can’t See,
Ini bagian yang banyak dianggap sepele, tak berkait bahkan terlupakan. Yaitu supporting area, seperti production, finance accounting, general affair, human resources, IT department, Standard Operating Procedure, Quality Assurance, hingga reporting.

Saking dianggap remeh nya, biasanya bagian ini isinya orang-orang boring, bahkan tidak jarang juga mereka menjadi bagian yang tidak pernah di training selain training motivasi. Sebagai contoh orang Finance bahkan ga paham apa itu brand dimana pada saat yang sama orang marketing bahkan belajar Finance for Non Finance untuk bisa memahami sudut pandang Finance. Tapi jarang denger kan orang Finance belajar Marketing for non Marketer hehehehehe

Ibarat rumah bagian You Can’t See adalah pondasi dasar bangunan mulai dari cerocok sampai ke electrical system yang nempel didinding rumah.

Nah Pertanyaan saya sekarang adalah Kapankah Pondasi dibangun? Saat rumah sudah jadi atau sebelum? Hahaha jawab sendiri ya 

Adakah kata terlambat untuk membangun Brand? Ada tentunya!!! namun bolehkah dilakukan walau sudah terlambat? Tentu saja! karena lebih baik terlambat dari pada tidak. Resikonya? Yaaaa bayangin aja rumah sudah jadi trus pondasi seadanya baru mau pasang kabel dan rapiin. Hasilnya pasti berantakan disana sini, ada tembok yang mesti dirobohin dan jelas so messy. Dan yang parah adalah kalo pondasi tidak dibuat untuk bangunan yang ada seperti pondasi rumah 2 lantai dibangun rumah 7 lantai. Ga herankan banyak berantakannya hanya demi menghemat dan mengulur waktu diawal?

So Kapan sih waktu yang tepat untuk membangun Brand?

Advertisement

Brand Social Media is Brand Social Life not Yours! (19.01.13)

Sekarang dengan semakin tingginya tingkat penetrasi dari smartphones dan internet membuat banyak customer (audience) yang lebih sering menghabiskan waktunya bersama gadget dari pada bersama tradisional media seperti Televisi (TV). Keterbatasan waktu, keinginan akan real Time dan lebih komunikatif merupakan faktor-faktor yang menjadi dorongan audience ini memilih media internet. Bahkan social life pun banyak beralih kedigital seperti ngobrol via skype, we chat, line, kakao, twitter atau people hub Group. Sharing seperti Facebook, Path, Instagram, Pinterest.

Trend ini sudah lama diketahui brand owner dan mereka juga sudah lama terjun mendekati para audience nya dengan membangun kedekatan via social media. Tulisan ini tidak membahas sisi strategi ini namun lebih spesifik pada cara atau perilaku interaksi brand tersebut dengan audience nya.

Apa yang menjadi panduan brand untuk bersosialisasi dengan audience nya? Tentu brand personality nya. Nah personality ini ditentukan sebagai bagian dari brand Identity secara utuh. Yang merupakan cerminan dari target market brand tersebut. Contoh : jika brand ada target audience nya anak-anak usia 3 s/d 5 tahun, tentu personality brand nya akan berbeda dengan target audience nya 17 s/d 21 tahun. Terjemahan ini tidak cuma pada tingkat Design web atau applikasi namun hingga cara berbicara selama berinteraksi dengan mereka. Nah disinilah concern dari tulisan ini yaitu cara berinteraksi brand.

Case dasarnya sering kali ditemui cara interaksi dari brand tersebut lebih cenderung sesuai dengan gaya Brand dan Marketing Manager nya atau yang lebih parah sesuai dengan gaya serta personality dari admin (orang yang bertugas melakukan posting ke social media)! Tidak percaya? Coba lihat pages (di Facebook) atau account twitter brand. Sebuah brand permen W***S pernah mempost foto makanan dengan bentuk seperti orang berpelukan. Tidak ada yang luar biasa, karena ini umum bagi kebanyakan orang namun apakah ini personality brand nya? Atau kejadian sebuah account twitter dari mall P****C P***E , sempat menjadi kontroversi karena saat musibah terjadi di mall nya sebuah twitt yang keluar malah seperti meremehkan kondisi disana. Pertanyaan adalah apakah ini response dari brand tersebut? Tentu tidak, beberapa saat kemudian mereka meminta maaf dan kabarnya Adminnya mendapatkan teguran.

Social media layaknya kehidupan, punya manners dan rules baik yang tertulis maupun tidak. Bagi brand hal ini harus menjadi perhatian. Lets see do’s and dont’s dibawah ini:

Do : Buatlah Identity dan Personality yang jelas seperti as a Contact Service or as a Human? Jika sebagai contact service maka personality tidak terlalu penting. Namun saat di wujudkan sebagai sahabat atau partner maka representasi Human lebih baik dan itu berarti Identitas seperti Gender Male, Female atau Universal, Usia juga diperlukan. Personality seperti Karakter Fun, Dynamic or Geek juga diperlukan. Tujuannya agar interaksi lebih baik dan tidak berjarak.

Dont : Saat sudah diputuskan maka konsistensi itu penting. Sebagai Contact Service, coba menyapa seperti Human dengan “morning tweeps sudah pada sarapan apa?” namun saat diajak ngobrol malah ga pernah jawab.

Do : Hindarkan mengirim updates ke social media secara spontan kecuali meresponse atas pertanyaan atau interaksi. Ingat ini adalah Brand Social Life dan merupakan salah satu media dari Marketing Communication Management yang berarti apa yang akan kita berikan harus terkait dengan thema besar dari Communication dan Brand Plan kita. Buatlah Guidelines dan selalu dokumentasikan apa yang akan dipost ke Social Media. Contoh: Guidelines, Weekdays Promotion Program Amplification dan Weekend Social Life Share. Kemudian, Buatlah minimal 3 variance berbeda atas text yang akan dipost untuk yang sifatnya pengulangan seperti informasi sales program. Ini berguna agar your brand social media tidak terlihat seperti mesin. Kemudian buatlah baik itu Word atau Excel susunan tulisan yang akan di post secara urut. Dengan ini, maka siapapun yang akan post ke social media akan punya karakter dan interaksi yang sama dengan brand kita.

Dont : Membuat Share tanpa dokumentasi, kenapa? Kemungkinan human error tinggi serta pengaruh atas emosional kita saat itu cukup besar. Dan tentu kita tidak bisa melihat tracking apa yang sudah kita share dan apa hasilnya bagi Marketing Communication Strategy kita. Dengan adanya tools seperti Chirpstory (tools untuk rekap tweet) dan Link to other social media maka apa yang kita share selalu didokumentasi siapa saja via internet. Content yang bermutu tentu sangat penting bagi brand kita.

Do : Selalu berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan response atas complain dan feedback yang tidak menyenangkan. Kegagalan berpikir membuat response yang diberikan lebih menggambarkan emosional personal yang melakukan reply dari pada personality brand.

Dont : Membawa emosi pribadi kedalam setiap share dan interaksi di social media. Seperti judulnya Brand Social Media is Brand Social Life not Yours! Jadi stop berinteraksi seperti kita berinteraksi. Jika kita lihat bahwa ini perlu response lebih panjang, kita bisa pindahkan response kita channel yang lebih private seperti email atau phone sehingga Brand Image terjaga serta bisa solve problem nya.

Do : Kenali channel dari Social Media yang digunakan dan maximalkan sesuai dengan karakternya. Twitter untuk fast response interaksi. Facebook, Path untuk Timeline atau Memories interaksi dimana setiap response kita selalu bisa ditanggapi kapan saja dan menjadi New saat ada yang response. BBM, Line, Kakao untuk interaksi yang lebih personal dan tercluster.

Dont : Setiap Channel punya karakter serta rules. Contoh Chatting terlalu panjang di Twitter mengganggu Timeline dari related follower kita. Menuliskan too many updates dalam waktu yang sangat berdekatan di Facebook membuat Timeline dan Memories bagus hilang dengan cepat dari main page.

Diatas adalah beberapa contoh Do’s dan Dont’s dalam Berinteraksi di Social Media bagi Brand. Sehingga Brand Social Life benar-benar menggambarkan Brand dari pada diri si BM, MM atau adminnya. Satu hal yang saya tegaskan adalah Social Media adalah part of Marketing Communication dan Communication part of Marketing Strategy untuk itu selalu pastikan apa yang Brand anda bicarakan selalu punya benang merah yang jelas dengan Thema, Tagline, Personality hingga Indentitas dari Brand.

Brand Social Media is Brand Social Life not Yours Continue reading